Translate

Jumat, 14 Maret 2014

Leafie - sebuah novel kearifan

tidak seperti buku Toto Chan gadis cilik di balik jendela yang memang saya buru sebab ketenarannya, Leafie saya temukan secara tak sengaja dalam box buku obral.  kondisinya tidak bersampul, jelas sudah dibuka-buka banyak orang dan yah... namanya obral harganya fantastis, asli murah banget.

meski kondisinya sama aja dengan buku bekas, saya sungguh tertarik mengangkatnya dari box obral itu.  sempat saya tanya ke penjaga toko apakah masih ada buku Leafie yang baru namun ternyata itu the one and only.  tinggal atu-atunya.

pilihannya adalah membeli buku lecek itu dengan harga obral atau segera pergi sejauh-jauhnya dari toko buku supaya nggak bertambah galau.

tapi siapa sih atau apa sih Leafie?

novel ini bercerita tentang ayam betina yang menyimpan dan mewujudkan keinginannya.  ada tiga jenis ayam betina dalam buku Leafie: Ayam Buruk Rupa dan Itik Kesayangannya;

yang pertama adalah ayam betina tanpa pikir panjang yang hanya makan dengan kenyang walaupun harus terkunci di dalam kandang kawat tanpa bisa mengerami telurnya sendiri.
yang kedua adalah ayam betina yang hidup di halaman dengan ayam jantan dan anak-anak ayam.  ia bisa hidup dengan penuh kepuasan, tapi ia selalu ketakutan seseorang akan ikut campur dan meghancurkan kesehariannya.
yang ketiga adalah ayam yang menyimpan keinginan untuk mengerami telur dan menyaksikan kelahiran anak ayam, sampai akhirya bis mewujudkan itu.  diantara bayaknya ayam-ayam, Leafie adalah satu-satunya ayam yang masuk dalam jenis yang ketiga.  (Leafie hlm. 219 - catatan dari Kim Seo Jeong *kritikus sastra anak*)

petualangan didalamnya mengajarkan kekuatan untuk mencapai sebuah keinginan namun meskipun bagus, novel setebal 224 ini terlalu berat untuk Fida apalagi Faiza.  yang membuat berat dalah teks dengan sedikit gambar didalamnya.  untuk itu, demi sebuah keinginan membuat anak-anak mencintai membaca dan mengambil sekeping makna saya pun membacakan Leafie setiap malam.

satu bab sebelum tidur.  dari 12 bab yang ada di dalam buku ini, rencananya, kami akan selesai membaca bersama seluruh bukunya dalam 12 hari.  tetapi, baru 2 bab saya kena flu dan batuk yang bertahan selama hampir 2 minggu sampai suara saya habis.  otomatis nggak bisa membaca.  jangankan membaca, ngomong aja sakit.

ketika ayah datang, ayah membacakan satu bab Leafie menggantikan saya. saat ayah sudah berangkat ke site sementara saya masih kehilangan suara, Fida bilang.  "nanti kalau ibu sudah ada suaranya, kita baca Leafie lagi ya."  dan Fida meletakkan buku itu di sebelah bantalnya.

saya tersenyum... menarik minat anak ternyata tidak sesulit yang saya bayangkan, setidaknya untuk anak saya.  hanya perlu sedikit komitmen yang dibalut ketulusan sebanyak-banyaknya... saya biarkan Fida membaca terbata-bata buku Leafie-nya karena tak sabar menunggu saya yang membacakan.

secara mengejutkan tiba-tiba ia mengibaskan rambut seraya berkata: "Huah, capeknya baca buku ini."  lantas ia menoleh kepada saya.  "Trimakasih ibu sudah membacakan Leafie."

untuk yang terakhir ini saya hanya bisa speechless...

ayo rajin membaca semuanyaaaa...

Kamis, 13 Maret 2014

mencapai sepakat

 hellooo

Setelah memutuskan untuk berhenti kerja untuk fokus pada anak-anak saya menyadari bahwa menjadi a fully housewife itu lebih sibuk dari pekerja kantoran.  setidaknya, di kantor kita berhadapan dengan dua hal yang bisa kita deal with.  pertama komputer atau alat kerja.  kalau capek tinggal di turn off, komputer nggak akan keberatan apalagi sampai mencak-mencak plus ngomel-ngomel campur ngambek.  kedua, bos atau rekan kerja sekantor yang baik, yang rese, yang suka memerintah yang whatever the name is.  dengan mereka kita bisa berargumen, beralasan.  lebih bagus lagi kalau alasan dan argumennya disertai data yang udah di bundel menjadi satu berkas akurat atau berupa slide show yang disimpan secara pdf.

Right...

di rumah, eng... ing... eng... kita berhadapan dengan makhluk hidup yang bakal jadi rumit kayak kita sendiri di kemudian hari, hehe... 
memang benar, anak jaman sekarang lebih cepat dewasa dibandingkan anak jaman dulu namun 'sisi kanak-kanak' dari seseorang tidak bisa kita kesampingkan begitu aja.  apalagi 'sisi kanak-kanak' ini melekat pada manusia segala usia hanya saja, pada anak-anak porsinya tentu mendominasi.

apakah anak-anak bisa di turn off kapanpun kita merasa capek?
apakah responnya jika anak-anak disuguhi setumpuk berkas berisi data atau ditunjukan?
sebuah slide show berdurasi 10 menit tentang alasan dan argumentasi kita?
ini belum termasuk seputar dapur, sumur, kasur

rasanya so unbelievable, sebentar lagi tepat tujuh tahun saya menjadi ibu seorang anak dan segera masuk tahun ke empat saya menjadi ibu dari dua orang anak.

menyinggung soal anak, tidak mudah membuat dua anak super aktif menjadi anak-anak yang selalu nurut.  kalau ada yang beranggapan bahwa anak saya masuk golongan anak penurut maka itupun salah.  sebenarnya anak-anak tidak pernah menuruti saya dan sayapun takkan mau menuruti anak, 

kami hanya sudah mencapai kata sepakat... 

mencapai sepakatdengan anak hanya akan terwujud kalau kita merupakan jenis orang tua yang nggak suka teriak-teriak, nggak suka memerintah, mau menjadi pendengar yang baik dan tentu saja, mampu konsisten dengan semua ucapan kita kepada anak-anak.

coba aja deh, hehehehee...

Rabu, 12 Maret 2014

from school to un-school

bismillah...

keputusan terbesar di tahun 2013 kemarin adalah men-cutikan anak dari sekolahnya karena Fida sudah kehilangan 'keindahan' sekolah.  tindakan ini tentu bukan sekedar 'ngikut' maunya anak, namun karena saya ingin anak saya memperoleh ilmu yang sesungguhnya bukan sekedar mendapat angka akademis seperti emaknya :)

sekolah tidak menahan, tidak berargumen, tidak ada tindakan persuasif setelah waktu yang disepakati itu berakhir namun Fida tetap tidak turun ke sekolah.  ya, sekolah melepas Fida begitu saja karena mungkin Fida memang bukan siapa-siapa di sekolah itu.

pertanyaannya, siapakah anak kita di suatu sekolah selain sebagai murid?  guru care pada murid dengan berbagai alasan.  sebab kenal dengan ortu murid tersebut, sebab ortunya donatur tetap dengan jumlah lumayan, sebab ortu aktif *aktif ngubrul ama guru, aktif mengkritik, aktif jualan di skul, aktif apa aja deh*.  

setelah deretan 'sebab orang tua' ini selesai barulah 'sebab anak kita' akan diperhatikan.  untuk anak, hanya ada dua hal yang menjadi perhatian utama; pinter banget atau go***k banget yang berkorelasi dengan nurut, mudah diatur atau kebalikannya.

meski begitulah institusi memperlakukan anak kita, institusi tetap memiliki power tersendiri karena peminat sekolah dengan segala problematikanya tetap bejibun...

back to Fida...

homeschooling bukan hal baru buat saya.  informasi tentang HS sudah lama saya dengar namun sebatas untuk kalangan ekspatriat, artis, atau ABK *Anak Berkebutuhan Khusus*  memilih metode ini dalam mendidik anak sendiri tak terpikir sebelumnya dan itu menimbulkan ketakutan.  takut salah, takut gagal, takut masa depan anak menjadi suram gara-gara pilihan ini.  

Namun, 2013 merupakan kondisi paling berat bagi usaha yang sedang kami rintis sehingga biaya sekolah dan buku-buku yang mahal tak terbeli.  
jadi, selain Fida memang menyatakan dengan tegas bahwa dia nggak mau sekolah lagi, kami selaku orang tua juga belum mampu menyekolahkan Fida ke sebuah institusi formal. 

homeschooling *dengan alasan yang setengah benar* ini dimulai, jreeeeng...
 
hari pertama nggak sekolah kami belajar di rumah menggunakan buku-buku sekolahnya.  dengan jantung berdebar saya ajak Fida membaca LKS dan buku tematiknya.  Fida tetap nggak mau.  omaigat... makin ketakutan lah saya, gimana kalau selamanya dia nggak mau belajar?  *lebay mode on*... pokoknya hari itu berakhir dengan Fida nonton seharian.

hari berikutnya sama aja, hari ketiga, keempat, sampai seminggu sama aja.  saya berpikir (untuk menenangkan diri sendiri) biar deh seminggu ini nggak belajar apa-apa, itung-itung refreshing setelah satu tahun setengah sekolah dengan seabrek pelajaran, pr dan ulangan-ulangan yang membuat Fida stress.

dalam kondisi serba gelap ini saya mulai mencari tahu tentang homeschooling di Indonesia.  pencarian semakin mengerucut setelah gabung di KEB, Klub Emak Balikpapan lewat facebook.  seorang teman disitu sudah mantap memilih unschooling bagi anaknya yang sudah masuk usia sekolah.

dari mbak Sheila Banun saya dapat info-info yang sangat membantu.  terutama membantu menguatkan hati saya untuk stay di jalur ini karena semakin dalam saya menggali semakin yakin bahwa homeschooling merupakan pilihan tepat untuk kami saat ini.  
bukan soal ekonomi lagi tapi soal mengembalikan anak menjadi anak-anak yang melewati masa kanak-kanak mereka sebagai makhluk bebas tanpa beban.

from school to un-school, bahwa anak unschool yang belajar tanpa lembaga khusus ini ternyata belajar lebih banyak dan memahami lebih baik daripada anak school di lembaga.  saya akan ceritakan buktinya nanti.

semangaaaatttt!!