Translate

Rabu, 12 Maret 2014

from school to un-school

bismillah...

keputusan terbesar di tahun 2013 kemarin adalah men-cutikan anak dari sekolahnya karena Fida sudah kehilangan 'keindahan' sekolah.  tindakan ini tentu bukan sekedar 'ngikut' maunya anak, namun karena saya ingin anak saya memperoleh ilmu yang sesungguhnya bukan sekedar mendapat angka akademis seperti emaknya :)

sekolah tidak menahan, tidak berargumen, tidak ada tindakan persuasif setelah waktu yang disepakati itu berakhir namun Fida tetap tidak turun ke sekolah.  ya, sekolah melepas Fida begitu saja karena mungkin Fida memang bukan siapa-siapa di sekolah itu.

pertanyaannya, siapakah anak kita di suatu sekolah selain sebagai murid?  guru care pada murid dengan berbagai alasan.  sebab kenal dengan ortu murid tersebut, sebab ortunya donatur tetap dengan jumlah lumayan, sebab ortu aktif *aktif ngubrul ama guru, aktif mengkritik, aktif jualan di skul, aktif apa aja deh*.  

setelah deretan 'sebab orang tua' ini selesai barulah 'sebab anak kita' akan diperhatikan.  untuk anak, hanya ada dua hal yang menjadi perhatian utama; pinter banget atau go***k banget yang berkorelasi dengan nurut, mudah diatur atau kebalikannya.

meski begitulah institusi memperlakukan anak kita, institusi tetap memiliki power tersendiri karena peminat sekolah dengan segala problematikanya tetap bejibun...

back to Fida...

homeschooling bukan hal baru buat saya.  informasi tentang HS sudah lama saya dengar namun sebatas untuk kalangan ekspatriat, artis, atau ABK *Anak Berkebutuhan Khusus*  memilih metode ini dalam mendidik anak sendiri tak terpikir sebelumnya dan itu menimbulkan ketakutan.  takut salah, takut gagal, takut masa depan anak menjadi suram gara-gara pilihan ini.  

Namun, 2013 merupakan kondisi paling berat bagi usaha yang sedang kami rintis sehingga biaya sekolah dan buku-buku yang mahal tak terbeli.  
jadi, selain Fida memang menyatakan dengan tegas bahwa dia nggak mau sekolah lagi, kami selaku orang tua juga belum mampu menyekolahkan Fida ke sebuah institusi formal. 

homeschooling *dengan alasan yang setengah benar* ini dimulai, jreeeeng...
 
hari pertama nggak sekolah kami belajar di rumah menggunakan buku-buku sekolahnya.  dengan jantung berdebar saya ajak Fida membaca LKS dan buku tematiknya.  Fida tetap nggak mau.  omaigat... makin ketakutan lah saya, gimana kalau selamanya dia nggak mau belajar?  *lebay mode on*... pokoknya hari itu berakhir dengan Fida nonton seharian.

hari berikutnya sama aja, hari ketiga, keempat, sampai seminggu sama aja.  saya berpikir (untuk menenangkan diri sendiri) biar deh seminggu ini nggak belajar apa-apa, itung-itung refreshing setelah satu tahun setengah sekolah dengan seabrek pelajaran, pr dan ulangan-ulangan yang membuat Fida stress.

dalam kondisi serba gelap ini saya mulai mencari tahu tentang homeschooling di Indonesia.  pencarian semakin mengerucut setelah gabung di KEB, Klub Emak Balikpapan lewat facebook.  seorang teman disitu sudah mantap memilih unschooling bagi anaknya yang sudah masuk usia sekolah.

dari mbak Sheila Banun saya dapat info-info yang sangat membantu.  terutama membantu menguatkan hati saya untuk stay di jalur ini karena semakin dalam saya menggali semakin yakin bahwa homeschooling merupakan pilihan tepat untuk kami saat ini.  
bukan soal ekonomi lagi tapi soal mengembalikan anak menjadi anak-anak yang melewati masa kanak-kanak mereka sebagai makhluk bebas tanpa beban.

from school to un-school, bahwa anak unschool yang belajar tanpa lembaga khusus ini ternyata belajar lebih banyak dan memahami lebih baik daripada anak school di lembaga.  saya akan ceritakan buktinya nanti.

semangaaaatttt!!

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar